Hukum Sesuatu Yang Tidak terdapat dalam AlQuran

Hukum Sesuatu Yang Tidak terdapat dalam AlQuran
Pertanyaan.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Sebagian orang melakukan pembenaran terhadap amalan dan perbuatannya yang jahat, seperti merokok atau yang semacamamnya dengan alasan bahwa hal tersebut tidak terdapat dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah di dalamnya, maka bagaimana Syaikh menasehati mereka ?

Jawaban

Sesungguhnya merupakan sesuatu hal yang wajib diketahui bahwa agama Islam disyari'atkan sejak diutusnya Nabi hingga datangnya hari kiamat. Seandainya setiap kejadian yang terjadi itu dinashkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, maka tentulah Al-Qur'an akan menjadi berjilid-jilid tanpa batas, dan As-Sunnah pun akan menjadi seperti itu.

Akan tetapi syariat Islam -salah satu kekhususannya- adalah ia merupakan kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip umum. Dan masuklah ke dalam kaidah dan prinsip umum ini berbagai masalah (juz'iyat) yang tak dapat dihitung kecuali oleh Allah Azza wa Jalla. Maka (dalam masalah rokok ini) hendaklah kita merujuk kepada firman Allah Azza wa Jalla.

"Artinya : Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu". [An-Nisa : 29]

Kita merujuk kepada firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan". [An-Nisa : 5]

Rujuk pula sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Tidak ada kemudharatan dan tidak (boleh) menyebabkan mudharat (kepada orang lain)". [1]

Ini merupakan kaidah-kaidah umum, yang dapat kita terapkan pada masalah rokok dan yang semacamnya.

Maka rokok termasuk sebab yang mematikan, dan merujuklah kepada hasil-hasil penelitian yang memperhatikan masalah ini, berapa banyak yang meninggal akibat mengisap rokok setiap tahunnya ? Dengan demikian, berarti termasuk dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian". [An-Nisa : 29]

Mengisap rokok juga membuang-buang harta, karena seseorang tidak mendapatkan faidah sedikitpun darinya. Dan Allah telah menyebut harta sebagai qiyaam (pendukung) untuk manusia.

"Artinya : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan". [An-Nisa : 5]

Yang dengannya kalian dapat menegakkan kemaslahatan kalian, maslahat Ad-Din dan dunia, sementara mengisap rokok dan yang semcamnya sama sekali tidak mengandung maslahat secara agama demikian pula secara duniawi

Dan marilah kita merujuk kepada sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Tidak ada mudharat dan tidak (boleh menimpakan) kemudharatan kepada orang lain".

Dan ternyata kita menemukan rokok membahayakan/mendatangkan kemudharatan berdasrkan kesepakatan para dokter saat ini, oleh karena itu sebagian Negara-negara maju telah melarang pengiklanannya di depan umum -“walaupun (Negara-negara) itu adalah Negara kafir- karena mengetahui mudharatnya. Dengan demikian rokok termasuk dalam sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Tidak ada kemudharatan dan tidak (boleh) mendatangkan kemudharatan"

Dan tidak perlu untuk menyebutkan nash (khusus) dalam masalah ini, karena boleh jadi akan terjadi lagi banyak hal yang serupa dengannya.

Dan boleh jadi pada abad-abad pertengahan telah terjadi banyak hal yang tidak kita ketahui, namun salah satu keitimewaan Dinul Islam serta nash-nash syar'i adalah ia berupa kaidah-kaidah umum, yang masuk kedalamnya berbagai masalah yang tak dapat dihitung kecuali oleh Allah hingga tiba hari kiamat.

[Disalin dari kitab Ash-Shahwah Al-Islamiyah Dhawabith wa Taujihat, edisi Indonesia Panduan Kebangkitan Islam, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerjemah Zainal Abidin Lc, Penerbit Darul Haq]

_________

Foote Note

[1]. Hadits Riwayat Ibnu Majah no 2340 dan 2341, Ahmad 1/313 (2867 menurut urutan Ahmad Syakir). Ahmad Syakir berkata : "Sanadnya lemah disebabkan kelemahan Jabir bin Al-Ju'fiy, namun maknanya shahih dan tsabit dengan sanad yang shahih (dalam riwayat) Ibnu Majah juga hadits Ubadah bin Ash-Shamit Radhiyallahu 'anhu

Pertanyaan.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Sebagian orang melakukan pembenaran terhadap amalan dan perbuatannya yang jahat, seperti merokok atau yang semcamamnya dengan alas an bahwa hal tersebut tidak terdapat dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah di dalamnya, maka bagaimana Syaikh menasehati mereka ?

Jawaban

Sesungguhnya merupakan sesuatu hal yang wajib diketahui bahwa agama Islam disyari'atkan sejak diutusnya Nabi hingga datangnya hari kiamat. Seandainya setiap kejadian yang terjadi itu dinashkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, maka tentulah Al-Qur'an akan menjadi berjilid-jilid tanpa batas, dan As-Sunnah pun akan menjadi seperti itu.

Akan tetapi syariat Islam -salah satu kekhususannya- adalah ia merupakan kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip umum. Dan masuklah ke dalam kaidah dan prinsip umum ini berbagai masalah (juz'iyat) yang tak dapat dihitung kecuali oleh Allah Azza wa Jalla. Maka (dalam masalah rokok ini) hendaklah kita merujuk kepada firman Allah Azza wa Jalla.

"Artinya : Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu". [An-Nisa : 29]

Kita merujuk kepada firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan". [An-Nisa : 5]

Rujuk pula sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Tidak ada kemudharatan dan tidak (boleh) menyebabkan mudharat (kepada orang lain)". [1]

Ini merupakan kaidah-kaidah umum, yang dapat kita terapkan pada masalah rokok dan yang semacamnya.

Maka rokok termasuk sebab yang mematikan, dan merujuklah kepada hasil-hasil penelitian yang memperhatikan masalah ini, berapa banyak yang meninggal akibat mengisap rokok setiap tahunnya ? Dengan demikian, berarti termasuk dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian". [An-Nisa : 29]

Mengisap rokok juga membuang-buang harta, karena seseorang tidak mendapatkan faidah sedikitpun darinya. Dan Allah telah menyebut harta sebagai qiyaam (pendukung) untuk manusia.

"Artinya : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan". [An-Nisa : 5]

Yang dengannya kalian dapat menegakkan kemaslahatan kalian, maslahat Ad-Din dan dunia, sementara mengisap rokok dan yang semcamnya sama sekali tidak mengandung maslahat secara agama demikian pula secara duniawi

Dan marilah kita merujuk kepada sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Tidak ada mudharat dan tidak (boleh menimpakan) kemudharatan kepada orang lain".

Dan ternyata kita menemukan rokok membahayakan/mendatangkan kemudharatan berdasrkan kesepakatan para dokter saat ini, oleh karena itu sebagian Negara-negara maju telah melarang pengiklanannya di depan umum -“walaupun (Negara-negara) itu adalah Negara kafir- karena mengetahui mudharatnya. Dengan demikian rokok termasuk dalam sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Tidak ada kemudharatan dan tidak (boleh) mendatangkan kemudharatan"

Dan tidak perlu untuk menyebutkan nash (khusus) dalam masalah ini, karena boleh jadi akan terjadi lagi banyak hal yang serupa dengannya.

Dan boleh jadi pada abad-abad pertengahan telah terjadi banyak hal yang tidak kita ketahui, namun salah satu keitimewaan Dinul Islam serta nash-nash syar'i adalah ia berupa kaidah-kaidah umum, yang masuk kedalamnya berbagai masalah yang tak dapat dihitung kecuali oleh Allah hingga tiba hari kiamat.

[Disalin dari kitab Ash-Shahwah Al-Islamiyah Dhawabith wa Taujihat, edisi Indonesia Panduan Kebangkitan Islam, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerjemah Zainal Abidin Lc, Penerbit Darul Haq]

_________

Foote Note

[1]. Hadits Riwayat Ibnu Majah no 2340 dan 2341, Ahmad 1/313 (2867 menurut urutan Ahmad Syakir). Ahmad Syakir berkata : "Sanadnya lemah disebabkan kelemahan Jabir bin Al-Ju'fiy, namun maknanya shahih dan tsabit dengan sanad yang shahih (dalam riwayat) Ibnu Majah juga hadits Ubadah bin Ash-Shamit Radhiyallahu 'anhu

Postingan terkait: