Kekafiran atau kufur dalam bahasa Arab asalnya berarti penutup. Adapun dalam istilah syariat berarti lawan dari iman.
Kufur bisa terjadi karena beberapa sebab, antara lain:
1. Mendustakan atau tidak mempercayai sesuatu yang harus diyakini dalam syariat.
2. Ragu terhadap sesuatu yang jelas dalam syariat.
3. Berpaling dari agama Allah.
4. Kemunafikan yakni menyembunyikan kekafiran dan menampakkan keislaman.
5. Sombong terhadap perintah Allah I seperti yang dilakukan Iblis.
6. Tidak mau mengikrarkan kebenaran agama Allah bahkan terkadang dibarengi dengan memeranginya, padahal hatinya yakin kalau itu benar, seperti yang terjadi pada Fir’aun.
Keenam hal ini termasuk dalam kufur akbar (kufur besar) yang menjadikan pelakunya keluar dari Islam atau murtad. Terkadang kufur besar terjadi dengan ucapan atau perbuatan yang sangat bertolak belakang dengan iman seperti mencela Allah dan Rasul-Nya atau menginjak Al Qur`an dalam keadaan tahu kalau itu adalah Al Qur`an dan tidak terpaksa.
Di samping yang tersebut di atas, ada pula kufur ashghar (kufur kecil), yang tidak mengeluarkan pelakunya dari agama atau tidak menjadikan murtad. Kufur ashghar yaitu perbuatan-perbuatan dosa yang disebut dengan istilah kekafiran dalam Al Qur‘an maupun As Sunnah tapi belum mencapai derajat kufur besar. Misalnya kufur nikmat sebagaimana tersebut dalam Surat An-Nahl ayat 112, atau membunuh seorang muslim.
Kesalahan Memahami Makna Kufur
Terdapat beberapa kesalahan dalam memahami makna kufur dalam penggunaan syariat, antara lain:
1. Segolongan orang memahami bahwa kekafiran hanya terbatas pada takdzib (pendustaan atau tidak percaya). Hal ini seperti diyakini oleh kelompok Murji‘ah. Menurut mereka, orang yang melakukan kekafiran dengan lisan atau amal seperti mencela Allah misalnya, dalam keadaan tahu dan tidak terpaksa, jika hatinya masih beriman maka ia tetap mukmin. Ini jelas salah.
2. Segolongan orang memahami bahwa kufur hanya terbatas pada kufur besar yang mengeluarkan dari agama saja. Dari sini mereka memahami (menafsirkan) semua lafadz kufur dalam Al Qur‘an maupun hadits dengan makna ini (kufur besar). Akhirnya orang yang membunuh, mereka anggap kafir; orang yang berhukum dengan selain hukum Allah dianggap pula kafir secara mutlak. Ini juga salah karena walaupun perbuatan-perbuatan itu disebut kufur dalam syariat namun ada dalil lain yang menunjukkan bahwa semua itu belum mencapai tingkatan kufur besar. Perbuatan tersebut digolongkan sebagai kufur kecil atau diistilahkan oleh ulama dengan kufrun duna kufrin, yakni kekafiran di bawah kekafiran yang besar.
Sumber Bacaan:
1. Al-Haqiqatus Syar’iyyah, Muhammad ‘Umar Bazmuul, hal. 148
2. Mujmal Masa‘il Al-Iman, ‘Ali Hasan, Salim Hilali dll., hal. 7
3. Kitabut Tauhid, Shalih Al-Fauzan, hal. 14-15
4. Al-Hukmu Bighairi ma Anzalallah, Khalid Al-’Anbari, hal. 28-29
Kufur bisa terjadi karena beberapa sebab, antara lain:
1. Mendustakan atau tidak mempercayai sesuatu yang harus diyakini dalam syariat.
2. Ragu terhadap sesuatu yang jelas dalam syariat.
3. Berpaling dari agama Allah.
4. Kemunafikan yakni menyembunyikan kekafiran dan menampakkan keislaman.
5. Sombong terhadap perintah Allah I seperti yang dilakukan Iblis.
6. Tidak mau mengikrarkan kebenaran agama Allah bahkan terkadang dibarengi dengan memeranginya, padahal hatinya yakin kalau itu benar, seperti yang terjadi pada Fir’aun.
Keenam hal ini termasuk dalam kufur akbar (kufur besar) yang menjadikan pelakunya keluar dari Islam atau murtad. Terkadang kufur besar terjadi dengan ucapan atau perbuatan yang sangat bertolak belakang dengan iman seperti mencela Allah dan Rasul-Nya atau menginjak Al Qur`an dalam keadaan tahu kalau itu adalah Al Qur`an dan tidak terpaksa.
Di samping yang tersebut di atas, ada pula kufur ashghar (kufur kecil), yang tidak mengeluarkan pelakunya dari agama atau tidak menjadikan murtad. Kufur ashghar yaitu perbuatan-perbuatan dosa yang disebut dengan istilah kekafiran dalam Al Qur‘an maupun As Sunnah tapi belum mencapai derajat kufur besar. Misalnya kufur nikmat sebagaimana tersebut dalam Surat An-Nahl ayat 112, atau membunuh seorang muslim.
Kesalahan Memahami Makna Kufur
Terdapat beberapa kesalahan dalam memahami makna kufur dalam penggunaan syariat, antara lain:
1. Segolongan orang memahami bahwa kekafiran hanya terbatas pada takdzib (pendustaan atau tidak percaya). Hal ini seperti diyakini oleh kelompok Murji‘ah. Menurut mereka, orang yang melakukan kekafiran dengan lisan atau amal seperti mencela Allah misalnya, dalam keadaan tahu dan tidak terpaksa, jika hatinya masih beriman maka ia tetap mukmin. Ini jelas salah.
2. Segolongan orang memahami bahwa kufur hanya terbatas pada kufur besar yang mengeluarkan dari agama saja. Dari sini mereka memahami (menafsirkan) semua lafadz kufur dalam Al Qur‘an maupun hadits dengan makna ini (kufur besar). Akhirnya orang yang membunuh, mereka anggap kafir; orang yang berhukum dengan selain hukum Allah dianggap pula kafir secara mutlak. Ini juga salah karena walaupun perbuatan-perbuatan itu disebut kufur dalam syariat namun ada dalil lain yang menunjukkan bahwa semua itu belum mencapai tingkatan kufur besar. Perbuatan tersebut digolongkan sebagai kufur kecil atau diistilahkan oleh ulama dengan kufrun duna kufrin, yakni kekafiran di bawah kekafiran yang besar.
Sumber Bacaan:
1. Al-Haqiqatus Syar’iyyah, Muhammad ‘Umar Bazmuul, hal. 148
2. Mujmal Masa‘il Al-Iman, ‘Ali Hasan, Salim Hilali dll., hal. 7
3. Kitabut Tauhid, Shalih Al-Fauzan, hal. 14-15
4. Al-Hukmu Bighairi ma Anzalallah, Khalid Al-’Anbari, hal. 28-29